Sabtu, 05 Desember 2009

Desain Bahasa - 3

DESAIN BAHASA 3


Tepat dua hari yang lalu, ada kawan kita yang minta kepada saya untuk menjelaskan mengenai perencanaan bahasa. Untuk itu dalam artikel kecil ini akan dibahasa mengenai bagaimana hubungan bahasa dan kebijakan yang diambil oleh para ahli linguistik untuk melangsungkan suatu sistem bahasa.

Membicarakan perencanaan bahasa sepeetinya tidak akan lepas dari kebijakan dan pengembangan itu sendiri. Mengapa demikian karena itulah sesungguhnya konsep dari perencanaan bahasa. Bagaimana dengan keadaan perencanaan bahasa di Indonesia sendiri?

Mungkin jika kita sedikit menengok ke belakang tepatnya tanggal 28 oktober lahirlah sumpah pemuda yang yang menjadi pijakan awal bangsa ini untuk menentukan kea rah mana konsep dari perencanaan bahasanya. Mungkin jika sedikit dijabarkan pada waktu itu bangsa kita sudah mempunyai perencanaan bahasa(language planning) . Walaupun memang secara politik bangsa belum merdeka, tetapi untuk mengedepankan aspek kebahasaan bangsa kita sudah memikirkannya jauh-jauh. Yaitu Bahasa Indonesia.

Mengapa sampai diperlukan perencanaan bahasa? Perencanaan bahasa itu sendiri apabila saya jabarkan adalah suatu konsep untuk mementukan kebijakan, penerapan dan pengembangan bahasa dalam suatu Negara tertentu. Ada beberapa factor yang mendasarinya, pertama ditinjau dari segi kebudayaan, bangsa tersebut mememiliki banyak bahasa sehingga perlu memilih bahasa mana yang akan

digunakan, misalkan bangsa kita sendiri.

Kedua, untuk mempertahankan bahasa asli Negara tersebut, agar tidak tergerus oleh bahasa asing yang masuk. Biasanya konsep tersebut diterapkan untuk memperlancar komunikasi baik dalam bidang pemerintahan, maupun kehidupan social lainnya. Oleh karena itu dikenal dengan adanya bahasa Nasiona, Bahasa resmi kenegaraan, dan bahasa Kedaerahaan. Contohnya Negara Somalia yang digolongkan ke dalam bangsa Tipe Eksoglosik.

Ada dua hal yang harus dilakukan dalam pengembangan dan pembinaan bahasa, antara lain kebijakan bahasa dan perencanaan bahasa. Ini bertujuan agar masalah pemilihan atau penentuan bahasa tertentu sebagai alat komunikasi di dalam negara itu tidak menimbulkan gejolak politik yang pada gilirannya akan dapat menggoyahkan kehidupan bangsa di negara tersebut.

Saya tidak akan berlama-lama lagi, berikut konsep dari perencanaan bahasa yang diawali dengan kebijakan bahasa.

A. Kebijakan bahasa

Apakah yang dimaksud kebijakan bahasa itu? Kalau kita mengikuti rumusan yang disepakati dalam seminar politik bahasa nasional yang diadakan di Jakarta tahun 1975 maka kebijakan bahasa itu dapat diartikan sebagai pertimbnagan konseptual dan politis yang dimaksudkan untuk dapat memberi perencanaan, pengarahan dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengelolaan keseluruhan kebahasaan yang dihadapi oleh suatu bnagsa secara nasional.

Masalah-masalah kebahasaan yang di hadapi setiap bangsa adalah tidak sama, sebab tergantung terhadap situasi kebahasaan yang ada di dalam negara itu. Negara-negara yang sudah memiliki sejarah kebahasaan yang cukup, dan di dalam negara itu hanya ada satu bahasa saja (meskipun dengan sekian dialek dan ragamnya) cenderung tidak mempunyai masalah kebahasaan yang serius. Negara yang demikian, misalnya, Saudi Arabia, Jepang, Belanda dan Inggris.

Tetapi negara-negara yang terbentuk, dan memiliki sekian bahasa banyak bahasa daerah akan memiliki persoalan kebahasaan yang cukup serius, dan mempunyai kemungkinan untuk timbulnya gejolak sosial dan polotik akibat persoalan bahasa itu. Indonesia sebagai negara yang relatif baru dengan bahasa daerah yang tidak kurang dari 400 buah, agak beruntung sebap masalah-masalah kebahasaan yang terjadi di negara lain, secara historis telah agak terselesaikan sejak agak lama.

Peristiwa pengangkatan bahasa Indonesia yang terjadi pada tanggal 28 oktober 1928 dalam satu ikrar yang disebut soempah pemoeda itu tidak pernah menimbulkan protes atau reaksi negatif dari suku-suku lain di Indonesia, meskipun jumlah penuturnya lebih banyak, berlipat ganda. Kemudian, penetapan bahasa Indonesia menjadi bahasa negara dalam undang-undang Dasar 1954 pun tidak menimbulkan masalah. Oleh karna itulah, para pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan bahasa yang menetapkan fungsi-fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah, bahasa asing dapat melakukannya dengan mulus.

Tujuan kebijakan bahasa adalah dapat berlangsungnya komunikasi kenegaraan dan komunikasi intra bangsa dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak sosial dan gejolak sosial yang dapat mengganggu stsbilitas bangsa. Oleh karena itu, kebijakan bahasa yang telah di ambil Indonesia dari perkataan diatas bisa dilihat bahwa kebijaksanaan bahasa merupakan usaha kenegaraan suatu bangsa untuk menentukan dan menetapkan dengan tepat fungsi dan status bahasaatau bahasa-bahasa yang ada di negara tersebut, agar komunukasi kenegaraan dan kebangsaan dapat berlangsung dengan baik. Selain memberi keputusan mengenai status, kedudukan, dan fungsi suatu bahasa, kebijakan bahasa harus pula memberi pengarahan terhadap pengolahan materi bahasa itu yang biasa disebut sebagai korpus bahasa.

B. Perencanaan bahasa

Melihat urutan dalam penanganan dan pengolahan masalah-masalah kebahasaan dalam negara yang multilingual, multirasial, dan multikultural, maka perencanaan bahasamerupakan kegiatan yang harus dilakukan sesudah melakukan kebijaksanaan bahasa. Tetapi sebelumnya perlu juga diketahui bahwa ada pula pakar yang memasukkan kebijaksanaan bahasa itu sebagai satu tahap dalam perencanaan bahasa (Neustupni 1970, Gorman 1973, dan Garvin 1973).

Istilah perencanaan bahasa (language planning) mula-mula digunakan oleh haugen (1959) pengertian usaha untuk membimbing perkembangan bahasa ke arah yang di inginkan oleh para perencana. Menurut hougen selanjutnya, perencanaan bahasa itu tidak semata-mata meramalkan masa depan berdasarkan dari yang diketahui pada masa lampau, tetapi perencanaan itu merupakan usaha yang terarah.

Di Indonesia kegiatan yang serupa dengan language planning ini sebenarnya sudah berlangsung sebelum nama itu diperkenalkan oleh hougen(moeliono 1983), yakni sejak zaman pendudukan Jepang ketika ada komisi bahasa Indonesia sampai ketika Alisjahbana menerbitkan majalah pembina bahasa Indonesia tahun 1948. Malah kalau mau dilihat lebih jauh, language planning di Indonesia sudah dimulai sejak Van op huijsen menyusun ejaan bahasa Melayu (Indonesia).

Sesudah memahami apa yang dimaksud dengan perencanaan bahasa itu, maka masalah berikut yang timbul adalah siapa yang harus melakukan perencanaan bahasa itu. Siapapun sebenarnya bisa menjadi pelaku perencanaan itu dalam arti perseorangan atau lembaga pemerintah atau lembaga suasta. Dalam sejarahnya, tampaknya, yang menjadi pelaku perencanaan itu adalah lembaga kebahasaan, baik dalam instansi maupun bukan.

Di Indonesia lembaga yang terlibat dalam perencanaan dan pengembangan bahasa dimulai dari berdirinya commisie voor de volkslectuur yang didirikan oleh kolonial pemerintahan belanda pada tahun 1908, yang pada tahun 1917 berubah menjadi balai pustaka. Lembaga ini dengan majalahnya sari pustaka, panji pustaka, dan kedjawen dapat dianggap sebagai perencanaan dan pengembangan bahasa. Lalu, pada tahun 1942 pemerintah penduduk Jepang membentuk dua komisi bahasa Indonesia satu di Jakarta dan satu lagi di Medan.

Komisi ini diberi tugas untuk mengembangkan bahasa Indonesia lewat pembentukan istilah keilmuan, penyusunan tatabahasa baru, dan penentuan kata pungutan baru(moeliono 1983). Sesudah proklamasi kemerdekaan, pada tahun 1947 pemerintah indonesia membentuk panitia pekerja bahasa Indonesia dengan tugas mengmban peristilahan, menyusun tata bahasa sekolah, dan menyiapkan kamus baru untuk keperluan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah.

Suatu perencanaan bahasa tentunya harus diikuti dengan langkah-langkah pelaksanaan apa yang direncanakan. Pelaksanaan yang berkenaan dengan korpus bahasa adalah penyusunan sistim ejaan yang ideal (baku) yang dapat digunakan oleh penutur dengan benar, sebap adanya sistem ejaan yang di sepakati akan memudahkan dan melancarkan jalannya komunikasi.

Pelaksanaan perencanaan bahasa ini kemungkinan besar akan mengalami hambatan yang mungkin akibat dari perencanaannya yang kurang tepat; bisa juga dari para pemegang tampuk kebijakan, dari kelompok sosial tertentu, dari sikap bahasa para penutur, maupun dari dana dan ketenagaan. Perencanaan yang kurang tepat bisa bersumber dari pengambilan kebijaksanaan yang tidak tepat atau keliru, karena salah mengistemasi masalah kebahasaan yang harus diteliti.

Hambatan dari pemegang tampuk kebijakan bisa terjadi karna mereka yang memegang tampuk kebijakan diluar bidang bahasa. Di Indonesia, misalnya tidak jarang, ada orang yang cukup berpengaruh bukannya tidak memberi contoh penggunaan bahasa yang baik, malah juga melakukan tindakan yang tidak menunjang pembinaan bahasa. Antara lain dengan mengatakan “soal bahasa adalah urusan guru bahasa”

Berhasil atau tidaknya usaha perencanaan bahasa ini adalah masalah evaluasi. Dalam hal ini memang dapat dikatakan evaluasi keberhasilan perencanaan bahasa itu memang sukar dilaksanakan. Umpamanya, bagaimana mengevaluasi keberhasilan dalam bidang pembukuan bahasa, sebap pembukuan bahasa itu tidak disertai dengan pemerian terperinci mengenai sasarannya, dan tidak pula diberi kerangka acuan waktu bilamana hasil kira-kira akan tercapai.

Pustaka Acuan

Mata Kuliah Sosiolinguistik, Universitas Pendidikan Indonesia

Alwasiah, A Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung:Angkasa

Badudu,J.S.1989. Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar. Jakarta: PT. Gramedia

Pateda, Mansyur.1987. Sosiolinguistik. Bandung:Angkasa

Chaer, Abdul. 1980. Sosiolinguistik :Perkenalan Awal, Jakarta: Rineka Cipta

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Balai Pustaka.

www.wikipedia.com

Pedoman Umum Bahasa Indonesia Yang disempurnakan
Diposkan oleh henscyber di 4/06/2009 03:01:00 AM
Label: Linguistik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar